DUMAI – yang merupakan “tanah jantan nan keramat” adalah pintu gerbang utama di pesisir Pantai Timur Sumatera. Jauh-jauh hari lagi, negeri ini telah menjadi tumpuan berbagai kalangan untuk mengais rezeki. Letaknya yang strategis, menjadikan Dumai bak gula yang sentiasa diserbu oleh semut. Laksana Jalur Sutera di Tiongkok, Kota Dumai adalah masa depan Indonesia.
Bermula dari sebuah kampung kecil yang berhulu ke Batupanjang, Pulau Rupat, Dumai tumbuh dan berkembang menjadi negeri yang ramai dan terus bersolek menuju kota modern. Secara resmi Kota Dumai ditetapkan sebagai daerah otonom (kotamadya) pada 20 April 1999. Dari sanalah Dumai yang semula hanya sebuah kampung besar, mulai bisa menata diri secara mandiri melalui perangkat pemerintahan yang dimiliki.
Sebagai negeri keramat, beberapa legenda yang melekat dengan Dumai seperti hikayat Puteri Tujuh dan Kerajaan Sri Bunga Tanjung turut memberi daya magis keberadaan Kota Dumai. Kisah ini selalu menjadi cerita pengantar tidur yang dinyanyikan dari generasi ke generasi. Keramat Dumai ini juga dikaitkan dengan proses kepemimpinan yang terjadi di tanah jantan ini. Seperti, mitos yang dipercaya masyarakatnya bahwa kepemimpinan di Kota Dumai sejak awal menjadi kotamadya/ daerah otonom, tidak pernah ada walikota yang memimpin Dumai dua kali berturut-turut. Jika pun ada, dia duduk kembali setelah mengalami masa jeda untuk satu periode.
Dari rekam jejak sejarah kepemimpinan di Kota Dumai, semakin menguatkan mitos yang diyakini masyarakat Dumai tentang pemimpin yang hanya satu periode. Ini misalnya seperti pada masa kepemimpinan Walikota Dumai Wan Syamsir Yus (2000-2005), berikutnya digantikan oleh Zulkifli AS (2005-2010). Kemudian periode selanjutnya, muncul nama Khairul Anwar (2010-1015) meski tidak diunggulkan –sementara Zulkifli AS ketika itu sedang berada pada performa puncak, baik secara finansial maupun dukungan dari partai-partai politik. Namun, Zulkifli AS harus merelakan kepemimpinannya digantikan. Meski pun untuk periode berikutnya Zulkifli AS berhasil mengambil kembali kuasa sebagai walikota (2016-2020). Selanjutnya posisi Zulkifli AS digantikan oleh Paisal (2021-2024). Mitos ini kembali diuji dalam Pilkada serentak 2024 tahun ni. Paisal yang maju untuk mengambil kembali kuasa secara berturut-turut mencoba menguji keramatnya Dumai sebagai tanah jantan.
Ini tentu menjadi sesuatu yang menarik dan ditunggu-tunggu warga Dumai. Mampukah Paisal menaklukkan keramatnya Dumai sebagai tanah jantan dan dia memimpin Dumai dua kali berturut-turut. Atau Paisal mengalami nasib yang sama dengan para pendahulunya –memasuki masa jeda dan bisa memimpin kembali pada periode berikutnya nanti. Inilah yang menjadi fenomena menarik dalam proses suksesi kepemimpinan di Kota Dumai yang menarik untuk disimak. Semoga mitos Dumai sebagai “tanah jantan nan keramat” tetap terjaga dan memberi warna tersendiri bagi warganya.
Penulis: Datin Zahra Adawwiyah